Pahit
Itu Menyimpan Pesan Berharga
Melinda Rahail
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Nama saya Melinda Rahail, saya berasal dari Kei,
Maluku Tenggara. Saya anak pertama dari dua bersaudara. Adik saya perempuan,
kami terpaut empat tahun. Namun, kadang umur saya yang lebih tua tidak menjadi
pengukur berati bagi saya untuk bersikap lebih dewasa dari adik saya. Karena,
kadang kami bertengkar oleh kesalahan-kesalahan dan ketidaksepahaman yang tidak
berati atau sepele
Sejak duduk di bangku SMP, saya tidak pernah bergabung
dalam organisasi sekolah. Sebut saja OSIS (Organisasi Siwa Intra Sekolah),
mungkin karena saya juga kurang hits (waktu itu). Namun, saya menikmatinya
karena saya sendiri tidak terlalu senang mengikuti organisasi. Entahlah kenapa
hal tersebut bisa terjadi, mungkin salah satu
penyebabnya malas.
Hingga SMA, kebiasaan saya masih sama seperti waktu
duduk di bangku SMP karena saya tidak bergabung dalam organisasi apapun di
sekolah dan di luar sekolah pun demikian
(lingkungan tempta tinggal saya). Mungkin bisa
dikategorikan terlalu nyaman berada di zona nyaman, dan tidak mau keluar dari
hal tersebut.
Setelah lulus SMA, saya tidak langsung melanjutkan
kuliah. Ada beberapa hal yang membuatku memutuskan untuk bertahan setahun. Itu mungkin
rencana Tuhan yang terbaik buatku dan memang harus aku jalankan.
Setahun kemudian, akhirnya
saya melanjutkan kuliah di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, dan memilih
program studi Psikologi. Awal ke Yogya, saya cukup mudah beradaptasi karena
kakak perempuan saya (sepupu) masih kuliah di Yogya. Saat itu, hubungan saya
dengan teman kelas saya tidak terlalu akrab. Diantara kami masih ada jarak yang
cukup luas dan kepedulian yang rendah.
Setiap saat ketika ada rapat HIMAPSI (Himpunan
Mahasiswa Psikologi), saya sering menghindar. Alasannya masih sama seperti
dulu,
apakah itu?
Haha.. teman-teman
penasaran??
Oke, alasannya malas. Selain itu, saya ingin fokus
kuliah saja. Tidak mau karena organisasi fokus saya terbelah, dan pasti akan
sulit membagi waktu.
Tetapi, semua berubah sejak saya dipilih sebagai ketua
makrab HIMAPSI UP 45 angkatan 2014. Waktu itu saya ingin mencoba, mau mencari
pengalaman baru. Pikir saya, bloon
saja andai kata pengalaman masa muda tidak dinikmati dan tak ada tantangan.
Akhirnya, saya menerimanya dan menjadi ketua.
Saat itu, saat terkacau dan terpuruk. Salah satu
penyebabnya mungkin karena pengalaman organisasi saya minim sekali, oleh karena
itu sulit beradaptasi.
Saat itu, ada banyak yang menetang keputusan saya. Ada
yang protes dan bertanya kenapa, bahkan ada yang menyerang (dengan kata-kata
pahit dan menyakitkan) saya. Itu membunuh sekali, tapi saya bersyukur karna
masih ada teman saya yang masih mau terus mendukung dan ada untuk saya. Dan
mereka adalah teman kelas saya (yang dulunya hubungan kami, pembatasnya tinggi
sekali).
Pada akhirnya, makrab bisa terjadi. Walaupun banyak
yang berjalan tidak sesuai planning
dan dengan persiapan yang minim sekali, jangan tanya mengapa karena rapat pun
jarang dilakukan sehingga pematangan rencana tidak terlalu baik.
Setelah makrab itu, saya terpuruk sekali. Beberapa
kali saya bolos kuliah karena tertekan. Waktu itu semester tiga, dan itu
semester terkacau bagi saya. Namun, ketika semester empat saya sudah mulai bisa
menata keseharian saya. Saya mulai bangkit lagi, namun jangan berpikir jika
saya sudah bisa menerima kekacauan saat
makrab kemarin. Saya masih belum melupakan sepenuhnya, tapi tidak berarti saya
mengingatnya setiap saat. Namun, sebulan sebelum tepat setahun kejadian makrab
tahun lalu, saya mengikuti kegiatan gereja. Awalnya pengen coba-coba, pengen
cari teman baru, pengalaman baru dan mungkin pacar baru (hehe,, yang terkhir
abaikan).
Namun, setelah itu saya sudah mulai membuka diri untuk
organisasi, saya semakin mencintai organisasi. Saya malah sekarang aktif di HIMAPSI UP 45 Yogyakarta (saya dipilih
menjadi seksi kerohanian Kristen), OMK (Orang Muda Katolik) di Babarasari dan
sekarang saya bersama teman-teman sedang berusaha membentuk oraganisasi
Kristiani di UP 45.
Mengenai bahagia atau tidak, jujur saya bahagia
sekali. Mungkin saya belum 100% melangkah keluar dari zona nyaman karena
organisasi yang saya ikuti bukan yang baru sekali untuk saya. Namun, saya
merasa itu langkah awal untuk keluar
dari zona nyaman. Dan apa teman-teman tau? Saya bisa menerima pengalaman
menyakitkan itu setelah setahun, yah itu kenyataannya. Pahit, kacau, sedih,
semuanya bergabung menjadi satu. Namun, ketika “PENERIMAAN” itu ada maka “KENYAMANAN”
itu datang. Percayalah, itu kenyataanya.
Saya harus akui, jika dengan mengikuti oraganisasi
saya menjadi lebih percaya diri, lebih mengenali diri sendiri, bisa belajar
membagi waktu, bisa dapat teman lebih banyak, pengalaman terkocak, terbahagia,
ter-ter-ter. Intinya terbaikJJJ
Pesan saya buat teman-teman yang membaca artikel ini,
jangan pernah berpikir jika yang TERPURUK itu adalah langkah terakhir kita,
karena itu bisa jadi awal buat kita. Ingat, keberhasilan itu diciptakan bukan
diharapkan, diciptakan maksudnya diusahakan. Kalau di agamaku (Katolik Roma)
ada kata-kata mutiara yang paling aku suka “ora
et labora” berdoa dan bekerja, pahamilah.
Tuhan itu adil, kita tidak akan pernah ditinggalkan
ketika kita hancur dan kita tidak akan ditendang ketika kita bahagia. Intinya tetap
bersyukur, nikmati prosesnya dan tetap optimis sama hasilnya.
Mungkin ini belum bisa teman-teman terapkan dalam masalah
cinta, proses mendapat pacar baru, kekuatan untuk move on dari mantan
terindah, tapi terapkanlah dalam jalan untuk mencapai kesuksesan teman-teman ke
depan, Karena itu lebih penting, jodoh itu sudah ada yang atur, jangan terlalu
dipikirkan,
wkkwkwkw:D
#ParaPencariCahayaKehidupan
Yogyakarta, 4/1/17
Melinda Rahail
Komentar
Posting Komentar